Skip to main content

CATPER GEDE - JULI 2013 (bag. 2)


3 Juli 2013

Sekitar jam 3 Pagi, sebagian besar dari kami sudah terbangun. Dan kami memustuskan untuk bermain kartu dan bersenda-gurau untuk memecah kebosanan. Sekitar jam 5 pagi kami sholat shubuh lalu sarapan. Sarapan kali ini fardhu ain hukumnya, karna berguna untuk energi saat pendakian nanti. Setelah sholat, sarapan dan sedikit berkemas,  pukul 6.10 kami berangkat memikul carrier dan daypack kami masing-masing dengan semangat dan harapan yang (masih) berkobar-kobar. Kami memasuki start pendakian dan melapor ke pos Cibodas, baru setelah itu kami melakukan stretching dan doa bersama. Adit memberi instruksi yang sudah beberapa kali saya dengar yang bila disingkat mungkin begini bunyinya ‘kalau naik kakinya dibuang jauh-jauh, kalau turun rapat-rapat’ yah seperti itulah.. dan juga tetang memusatkan kekuatan di paha bukan betis.

Sebelum pendakian


Jembatan dengan pemandangan gunung dibelakangnya
Kami berjalan-berjalan dan terus berjalan (dan beberapa kali berhenti istirahat tentu saja). Pukul 7.40 kami sampai di telaga warna, tidak lama kemudian kami sampai disebuah jembatan yang dibelakangnya terhampar pemandangan yang sangat indah yaitu puncak gunung (Pangrango/Gede???) kami sempat beberapa kali foto bersama disana. Pukul 8.21 kami sampai di pos yang bernama pos Pesanggahan Panyancangan, disana kami bertemu pecinta alam Teknik UI yaitu Kappa yang juga merupakan senior dari salah satu anggota tim kami yaitu Fatah. Setelah pos tersebut, jalan terbagi menjadi 2 yaitu ke air terjun cibereum atau jalan melanjuti jalur pendakian.  Kami melanjuti pendakian kami tentu saja, dan sampai di air terjun panas jam 11.06. Sebelum memasuki jalur yang melewati air terjun panas, kami singgah di bangku yang terdapat disana. Saya melihat ada sebuah kamar mandi atau WC yang sudah sangat tidak terurus dan kotor disana. Disana, kami minum segelas energen yang digilir untuk kami bersebelas juga apel yang sudah dipotong 1/11 bagian untuk masing-masing dari kami.

Setelah itu kami berjalan lagi dan segera saja melewati apa yang disebut dengan air terjun panas, ternyata kami benar-benar melewati batu-batuan licin yang air panas mengalir diatasnya. Ini membuat sepatu kami basah dan beberapa kali sempat takut
terpeleset karena airnya lumayan panas juga jika terkena kulit langsung. 


air terjun yang kami lewati di perjalanan

Jalan yang dialiri air panas
            Setelah kami melewati itu, kami berjalan lagi dengan tujuan kami yaitu Kandang Badak. Tapi, sekitar jam 12 siang, perut kami mulai keroncongan padahal kami belum sampai juga di kandang badak. Akhirnya pukul 12.15 kami memutuskan untuk makan siang di kandang batu, satu pos sebelum kandang badak. Menu makan siang kali itu adalah rendang dan daging kering serundeng yang dibawa oleh Hana dan Ule. Santapan siang kali ini benar-benar memuaskan perut saya yang memang sudah kelaparan, dan jangan dikira makanan di Gunung itu tidak enak, walaupun dalam perjalanan, kami tetap selalu membawa bekal yang enak yang bisa memanjakan lidah dan perut kami.

makan siang di kandang batu





Sekitar pukul 13.30 kami membereskan packingan dan melanjutkan perjalanan ke kandang badak. Kami sampai di Kandang badak sekitar pukul 14.30
dan segera menunaikan ibadah sholat dzuhur dan Ashar dijamak, dan yang berhalangan ditugaskan mencuci piring. Di Kandang Badak ini, mungkin bisa dibilang Surya Kencananya jalur Cibodas. Bukan, bukan karena ada edelweiss nya, tapi karna disana menjadi checkpoint bagi banyak pendaki. Maka dari itu, disana pun banyak yang mendirikan tenda dan berkemah. Saya pun sempat tercetus ide kenapa tidak berkemah disana saja jika ke Surya Kencana masih jauh dan hari sudah menjelang sore ? tapi rupanya para lelaki berkehendak lain dan memutuskan melanjutkkan perjalanan pada pukul 15.30.

Setelah Kandang badak, kami semua sudah menanti-nanti adanya tanjakan setan yang sudah terkenal di kalangan para pendaki itu. Tapi ternyata jarak antara kandang badak dan tanjakan setan tidak sedekat yang kami kira. Medan yang kami lewati pun semakin sulit karna sudah semakin mendekati puncak. Sebelum kami sampai di tanjakan setan, kami sampai di persimpangan jalan antara ke Puncak Gunung Gede atau ke Gunung Pangrango. Sesungguhnya saya sudah ingin sekali ke Gunung Pangrango karna saya sudah pernah ke Gunung Gede, tapi karna dari awal rencana kami memang ke Gunung Gede, maka kami melanjutkan perjalanan ke puncak gunung Gede yang sudah semakin dekat. Tidak lama kemudian kami menjumpai yang namanya ‘Tanjakan setan’ namun tidak seperti yang saya kira, ternyata tanjakan setan lebih menyerupai tebing yang mana malah membuat saya sangat bersemangat untuk menaikinya. Maka saya menjadi orang kedua yang naik setelah Fatah karna memang kata pendaki yang membantu kami diatas tanjakan, lebih baik laki-laki duluan yang memanjat. Saya memanjat dan merasa seperti sedang rock climbing. Setelah dipuncak tanjakan, saya dibantu oleh para pendaki baik hati yang saya tidak kenal tersebut (itulah hebatnya pendaki, di gunung, semua teman, semua saudara J). Setelah yang lain naik keatas, saya mendengar banyak keluhan, terutama dari Niken. Saya kaget, karna menurut saya, dibanding keseluruhan perjalanan yang sudah kami lewati, tanjakan inilah yang lebih baik karna seru dan juga menantang, bukan membuat putus asa karna seperti jalan tak berujung seperti yang sedari tadi kami lewati.










Setelah semua dari kami naik, tiba-tiba hujan pun turun, bukan hujan kabut seperti yang dari tadi membasahi kami, tapi benar-benar hujan yang semakin lama semakin deras. Kekhawatiranku mulai timbul, seperti sudah insting saja, disetiap perjalanan aku tengok kanan-kiri mencari-cari dataran yang cukup lapang siapa tahu kami harus berkemah mendadak. Setelah kurasa hujan semakin deras, malam semakin gelap dan sebagian besar dari kami sudah sangat kelelahan, saya memutuskan untuk bicara ke pak Suryo dan Adit tentang rencana selanjutnya apakah kami mau melanjutkan perjalanan atau mendirikan kemah dadakan disini. Ternyata mereka pun menyetujui bahwa kami sudah tidak bisa melanjutkan perjalanan karna resiko kami tidak bisa mencapai surya kencana dan suhu puncak yang terlalu dingin di malam hari yang hujan seperti ini. Tapi Adit bilang kita akan melanjutkan perjalanan sampai menemukan dataran yang pas, padahal saya merasa disitulah tempat yang pas, karna saya memang sudah merencanakan mengutarakan pendapat saya ketika menemukan dataran yang cukup lapang. Setelah 10 menit berjalan, kami benar-benar memutuskan berhenti dan para lelaki langsung memasang flysheet karna tidak cukup untuk membangun tenda. Disana kami duduk berhimpit-himpitan dalam keputus-asaan dan saling menjaga satu sama lain agar tidak tertidur atau ‘bego gunung’. Para lelaki yang malam itu dimata saya seperti pahlawan kemalaman dengan sigap mencari tempat camp dan membangun tenda. Benar saja, mereka kembali ke tempat kami berbicara tadi dan mendirikan tenda disana.


Selesai mereka membangun tenda, kami yang diatas dipanggil untuk menurunkan carrier dan pindah ke tenda yang mereka dirikan. Saya orang pertama dari rombongan atas yang sampai dan ketika melihat tendanya saya rasanya ingin menangis karna saya sadar bahwa itu sama sekali bukan tenda tapi flysheet tenda yang bahkan bawahnya tidak bisa tertutup rapat. Tapi saya benar-benar menghargai dan mengapresiasi Adit, Fajardan Fandi yang telah dengan susah payah membangun tenda-flysheet itu dibawah hujan deras yang mengguyur mereka. Mereka bilang tendanya tidak bisa didirikan karna tidak cukup. Lalu kami semua berkumpul ditenda tersebut dan makan malam bersama yang sudah dimasak oleh akrima yaitu sesuatu seperti makaroni bolognese, tapi saya sudah benar-benar tidak berselera makan malam itu, maka saya hanya makan beberapa suap saja. Kami juga membahas  bagaimana cara tidur kami dan rencana perjalanan esok harinya. Akhirnya diputuskan bahwa akan dibangun satu tenda lagi dibawah untuk para lelaki, dan yang perempuan di tenda-flysheet tersebut menggunakan sleeping-bag. Kami tidur sekitar jam 11 malam, dan sholat jamak maghrib-isya di tenda sambil tiduran dan bertayamum karna memang keadan yang tidak memungkinkan untuk sholat berdiri ataupun mengambil wudhu. Menyedihkan sekali keadaannya saat itu. Disitulah semua pikiran buruk mulai berkecamuk dari yang hanya ‘kenapa gak ngecamp di kandang badak’ sampe ‘kenapa gue harus ikut’.

To Be Continued.. Klik untuk bagian 2

Comments

Popular posts from this blog

Places I Want to Go and Things I Want to Do Before I Die

Everyone has something that they dreamed they would do before they die. I like to travel,  to see places and to do things, so impermanently, here are some places I want to go and things I want to do before I die. 1. Musée du Louvre, Paris : A place full of history, beauty and mystery at the same time? 2. Venice : Row Row Row your boat gently down the Venice Canal, How Romantic.. 3. The Great Barrier Reef : The Most Most Most place I want to visit and dive in woohoo sooo beautiful 4. Raja Ampat : Another dive site, I think Heaven is in Indonesia! 5. The Great Blue Hole in Belize : Thrilling yet Cool, Dare to try to disappear into the blue hole? 6. Jellyfish Lake in Palau : Dream about swimming with those nonpoisonous slimy but cute creature? Well, This is like a dream comes true! 7. Disney World Florida : Place every kid dreaming of, play play plaaay! 8. Salar de Uyuni, Bo

Butterflies

Don't fall too fast Don't fall too fast I scream to my self, in my cubical, silently. I know that something instant Will not stay in a long time Just like my favorite noodle, Indomie I swear that it's really damn good But I also know the bowl will be empty in a minute And I will feel hungry again Craving for another pack of Indomie Now I'm hungry But my tummy is full With all those butterflies Why are those even there Flying freely in that empty space I know why I feel like this I haven't meet you for a while or at least hear your voice So the butterflies choose to stay inside Not flying above my head Or around you, in my vision Beautiful I mean, you How can be someone so perfect? And how could you just happened to came to my life? Not fair You chose this, not me I didn't even know you But why am I the one who suffer? The butterflies should be in yours, not mine Not fair

A Collector Wannabe

gue punya beberapa koleksi (barang-barang yang enggak sengaja gue kumpulin terus tiba-tiba jadi banyak). ya, beneran gak sengaja. gue emang suka nyisain barang barang gak penting such as kartu nama yang sampe rumah pun juga bakal ke buang.. tapi ada juga ternyata barang-barang itu yang tiba-tiba gue sadar udah numpuk dan... yaudah gue lanjutin aja 'ngoleksi'nya. 1. koleksi gue yang pertama adalah kartu kunci hotel , emang, kartu hotel itu harusnya dibalikin,dan dibalik beberapa kartu gue ada tulisan 'please return this card to the receptionist' tapi dengan sedikit agak nakal gue biasanya cuma balikin satu kartu (biasanya dikasih 2 perkamar). seinget ingatan otak gue yang notabene kapasitasnya lumayan kecil, gue mulai ngumpulin kartu hotel gara gara gue emang suka nginep nginep di hotel, terhitung lumayan sering lah, sehari-duahari karna kepentingan dinas nyokap. biasanya cuma nginep di Jakarta, atau Bogor, walaupun hotelnya deket rumah juga gitu, tapi karna emang tun